June 4, 2020

Unbelievable: Derita Korban Kekerasan Seksual dan Kebenaran yang Dipaksa Bungkam

Marie Adler, tokoh utama Unbelievable
Buruknya penanganan kasus kekerasan seksual, rupanya sudah menjadi masalah turun-temurun. Di Indonesia saja, alih-alih ditangani sampai selesai dan memberikan perlindungan, biasanya korban malah disuruh berdamai dengan pelaku. Jikalau tidak bisa berdamai, korban (lagi) yang disalahkan atas kejahatan yang menimpanya.

Budaya menyalahkan inilah yang membuat korban jadi takut untuk melaporkan kasusnya. Mereka khawatir akan mendapatkan stigma buruk. Ditambah lagi, jika berani melapor, mereka juga rentan dikriminalisasi karena pencemaran nama baik atau membuat laporan palsu. Hmmm rupanya, polisi masih belum paham bagaimana menangani kasus kekerasan seksual dengan baik dan benar ya.

Ketidakbecusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual ini diperlihatkan secara gamblang melalui serial Netflix Unbelievable. Serial tersebut juga menunjukkan bahwa keengganan dan ketidakseriusan para penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual justru membuat korban sangat menderita. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, korban kekerasan seksual seperti perkosaan, umumnya tidak pernah didengarkan dan mendapatkan keadilan.

Sebenarnya, serial ini hendak menceritakan tentang kasus pemerkosaan massal yang korbannya kebanyakan perempuan. Cerita dimulai pada tahun 2008, ketika seorang perempuan bernama Marie Adler, 18 tahun, diperkosa di dalam kamar apartemennya sendiri di Lynnwood, Washington. Pelakunya adalah seorang laki-laki berpenutup wajah yang ternyata juga kerap memotret aksi brutalnya. Pelaku tersebut mengancam akan menyebarkan foto-foto apabila korban melapor kepada polisi.

Karena ketakutan, Marie berusaha mencari perlindungan. Ia pun melaporkan kejadian mengerikan tersebut kepada polisi. Namun, Marie yang masih shock justru mendapatkan intimidasi dan tekanan ketika diwawancarai oleh Detektif Parker yang menangani kasusnya. Bahkan petugas kepolisian tersebut justru menyangsikan pernyataan Marie dan menuduhnya membuat laporan palsu. Akibatnya, Marie kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, keluarga asuh bahkan teman-temannya karena dianggap berbohong untuk mendapatkan "perhatian".

Marie diinterogasi polisi
Victim blaming atau menyalahkan korban memang sudah jadi "budaya" ketika terjadi kekerasan seksual. Gejala ini biasanya ditandai dengan kecenderungan seseorang memihak pelaku. Pun orang-orang lebih banyak mendengarkan cerita hanya dari versi pelaku saja.

Dalam konteks serial Unbelievable, victim blaming yang dilakukan polisi dipicu karena kurangnya empati terhadap korban. Alih-alih mendengarkan cerita dan pengalaman korban dengan saksama, Detektif Parker dan rekannya justru mengintimidasi korban dengan berbagai pertanyaan. Padahal wajar aja kan, namanya orang lagi takut dan tertekan pasti bakal bicara dengan terbata-bata? Namun, oleh kedua polisi itu, kegagapan Marie justru dinilai sebagai inkonsistensi. Dengan kata lain, cerita Marie hanya dianggap sebagai karangan belaka karena diutarakan secara terbata-bata dan terlihat kurang menyakinkan.

Yang lebih menyebalkan lagi, ibu asuh Marie malah mengadu ke polisi kalau ia sendiri merasa ragu dengan pengalaman anak asuhnya. Malahan ia juga menambahkan fakta yang sama sekali tidak berhubungan dengan kasus Marie, seperti kalau Marie suka melakukan kebiasaan aneh. Berbekal informasi out of topic inilah, polisi memutuskan bahwa Marie telah berbohong. Mereka tidak peduli bahkan mengabaikan bukti nyata kalau Marie memang benar-benar mengalami pemerkosaan.

Padahal, penting sekali bagi kita untuk memahami posisi korban. Siapapun yang sedang berada di dalam ketakutan atau tekanan pasti akan kesulitan untuk berbicara dengan lancar. Bisa bicara saja sudah alhamdulillah lho! Sebab faktanya, kebanyakan korban kekerasan seksual justru lebih enggan melapor karena takut disalahkan, takut dihina, takut diancam, takut dikira bohong, takut dibilang cari perhatian, dan lain sebagainya.

Dua tahun kemudian, di kota yang berbeda, dua orang detektif perempuan bernama Karen Duvall dan Grace Rasmussen sedang mengivestigasi pelaku pemerkosaan. Modusnya sama dengan pelaku yang memperkosa Marie, hanya saja kedua detektif ini tidak mengetahui kasus yang pernah terjadi padanya. Bedanya juga, kedua detektif ini tidak pernah menginterogasi korban layaknya pelaku kejahatan. Mereka door-to-door mendatangi kediaman korban, berbicara secara personal kepada korban, mendengarkan kisahnya, dan sangat berhati-hati menggunakan pilihan kata agar korban tidak tersinggung ataupun ke-trigger.

Melihat Detektif Karen Duvall berbicara kepada korban sungguh membuat saya terpesona. Ia mampu bersikap ramah, lemah lembut, dan penuh empati kepada korban. Pertama, ia meminta consent dari Amber (korban yang ditanganinya), apakah ia nyaman atau tidak berbicara dengannya. Kedua, ia juga menanyakan keadaan Amber, apakah ia terluka dan menawarkan bantuan apabila merasa berubah pikiran.

Detektif Duvall dan Detective Rasmussen
Mungkin serial ini bisa terasa "feminis banget" bagi sebagian orang. Terbukti dengan korban yang kebanyakan adalah perempuan dan duo detektif perempuan yang ternyata jauh lebih kompeten menangani kasus pemerkosaan. Padahal menurut saya, serial ini hendak menyampaikan kepada penonton bahwa kekerasan seksual itu adalah kejahatan kemanusiaan. Seharusnya, kasus tersebut bisa ditangani dengan benar dan serius atas nama kemanusiaan.

Toh, meskipun serial ini menonjolkan tokoh perempuan, ada juga kok laki-laki yang berperan penting dalam kasus ini. Contohnya, anak magang di kantor Detektif Rasmussen yang berhasil mendapatkan data nomor plat mobil berikut dengan SIM pelaku. Ada juga pasangan Detektif Rasmussen yang mau memberikan data pribadi seorang anggota polisi dan dicurigai sebagai pelaku.

Jika biasanya serial detektif hanya menunjukkan bagaimana pelaku melancarkan aksi kriminalnya, tetapi serial Unbelievable justru dikemas dengan ciamik. Serial ini lebih berfokus pada bagaimana korban bertahan menghadapi kekerasan dan ketidakadilan yang menimpa mereka hingga bagaimana pihak berwajib menangani kasusnya. Pelakunya saja hanya diperlihatkan secara singkat, tidak ada drama apalagi aksi tembak-tembakan segala.

Selain itu, meskipun serial ini memuat tindakan kekerasan seksual—mungkin kurang nyaman dan sensitif bagi sebagian orang—tapi saya suka sekali dengan gaya ceritanya. Unbelievable berhasil menunjukkan kekejian pemerkosaan dengan tidak mengeksploitasi konten berbau seksual atau nudity dalam setiap episodenya. Adegan-adegan seperti persenggamaan atau aksi pelaku yang memotret korbannya diperlihatkan secara cepat dan samar-samar. Hal ini adalah bukti bahwa untuk menyampaikan pesan ternyata tidak perlu diperlihatkan secara blak-blakan. Melalui emosi dan mimik para tokoh saja, sudah membuat penonton bergidik, betapa biadabnya perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku.

Sebagai penyuka film detektif, saya juga suka dengan alur ceritanya. Penjabaran masalah hingga investigasi yang dilakukan duo detektif Duvall dan Rasmussen diperlihatkan secara kronologis dengan dialog singkat, jelas, dan padat. Serial ini cocok banget ditonton oleh kamu yang suka dengan cerita kriminal. Soalnya ceritanya beneran bikin penasaran dan memutar otak!

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Commencez à taper et appuyez sur Entrée pour rechercher