January 19, 2024

Rasa Kepemilikan dan Apresiasi Kerja Memang Harus Sebanding

Image by Freepik


Saya merasa tergelitik ketika membaca cuitan mengenai rasa kepemilikan dalam pekerjaan yang lewat di beranda saya pagi ini. Tidak ada salahnya mempunyai rasa memiliki dalam pekerjaan, terlebih jika pekerjaan itu kamu senangi. Saya pun setuju dengan cuitan tersebut karena (dulu) sering saya lakukan. Namun, ada hal-hal yang perlu digarisbawahi dan direnungkan secara mendalam: apakah rasa kepemilikan dalam pekerjaan ini sebanding dengan apresiasi yang akan kamu terima?


Twitter @xiayuejiu

Apakah kamu sudah mati-matian bekerja dan mengerahkan segala usaha demi mencapai performa terbaik, tetapi tidak ada apresiasi di tempat kerjamu? Apakah kamu merasa sangat ingin berkembang, tetapi lingkungan kerjamu tidak suportif? Dan apakah kamu mempunyai atasan yang suka menuntut dan memanfaatkanmu, sehingga membuatmu merasa tidak nyaman dan tertekan terus-terusan?

Kalau kamu sedang merasakan hal ini, selamat, tulisan ini bisa jadi peganganmu jika hendak memutuskan apakah akan tetap bertahan atau memilih pergi mencari kesempatan baru. Disclaimer dulu, tulisan ini tidak bermaksud untuk menyudutkan beberapa pihak ya, hanya sebagai sarana berbagi pengalaman kerja aja.


Pentingnya memiliki rasa kepemilikan atas pekerjaan

Sejujurnya, saya kurang percaya dengan pepatah entah dari siapa "bekerjalah sesuai passion-mu, maka pekerjaan jadi akan terasa mudah". Pekerjaan tidak selamanya akan terasa mudah. Akan selalu ada berbagai tantangan yang mesti dihadapi dan salah satu caranya mengatasinya adalah dengan memiliki rasa kepemilikan (sense of belonging).

Perlu dipahami bahwa rasa kepemilikan yang dimaksud bukan untuk menguasai segala isi kantor, melainkan ketika kamu merasa memiliki dan bertanggung jawab secara penuh dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Kamu sering memberikan ide, saran atau kritik yang membangun itu termasuk rasa kepemilikan. Kamu peka dengan situasi dan ikut berusaha mencari solusi, itu juga termasuk rasa kepemilikan.

Memiliki rasa kepemilikan itu, ternyata, cukup membantu saya untuk menyelesaikan pekerjaan. Saya jadi lebih termotivasi membuat KPI (key performance indicator) sendiri demi mencapai tujuan bersama. Saya juga tidak malu-malu lagi untuk ikut berkontribusi agar tujuan dapat tercapai dengan baik. 

Selain meningkatkan kinerja, memiliki rasa kepemilikan ternyata juga berpengaruh dalam relasi pertemanan antar rekan kerja. Jika sudah sama-sama sadar akan tanggung jawab masing-masing, maka seharusnya hubungan kerja pun menjadi lebih sehat. Nggak ada lagi ceritanya kalau si A sering back up pekerjaan si B atau si C yang kerepotan menyelesaikan pekerjaan karena si D ignorance dengan tanggung jawabnya.

Punya rasa kepemilikan doang itu nggak cukup, ada kebutuhan yang harus dipenuhi

Dalam konteks pekerjaan, setiap karyawan setidaknya memiliki satu kebutuhan (needs) yang harus dipenuhi agar tetap termotivasi saat bekerja. Kebutuhan-kebutuhan ini terangkum dalam Teori Segitiga Maslow yang terdiri dari lima tingkatan. Lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut.

Maslow’s Hierarchy of Needs

Kebutuhan fisik (psychological needs) dan keamanan (safety needs) ini berada di hierarki paling bawah. Kebutuhan ini merupakan aspek dasar yang menentukan loyalitas karyawan karena berpengaruh pada keberlangsungan hidupnya. Kedua kebutuhan ini mencakup gaji atau insentif yang cukup untuk memperoleh makanan atau tempat tinggal, jam dan beban kerja yang proporsional, kemudahan waktu istirahat dan cuti, kejelasan atas status ketenagakerjaan, ketersediaan alat dan fasilitas kerja, lingkungan kerja yang sehat dan aman, serta adanya jaminan kesehatanan maupun ketenagaakerjaan.

Lalu pada bagian tengah, terdapat kebutuhan sosial (social needs) dan penghargaan (esteem needs) yang dapat diartikan sebagai peluang bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan atasan, bawahan atau rekan kerja, kesempatan untuk berkontribusi, apresiasi atau penghargaan atas pencapaian, kesempatan untuk mengembangkan karier hingga promosi. Kedua kebutuhan ini baru muncul jika karyawan sudah merasa kebutuhan dasarnya terpenuhi. Mereka akan mulai merasa ingin dilibatkan dalam tim, menjalin hubungan dengan rekan atau mitra, mencari kesempatan untuk berkembang, dan mengharapkan apresiasi dari orang lain di sekitarnya jika sudah melalui proses atau mencapai target yang telah ditetapkan bersama. 

Sayangnya, beberapa perusahaan kerap abai dengan kebutuhan ini. Hanya karena sudah merasa memberikan hak kebutuhan kepada karyawan, mereka tidak memerhatikan bahwa karyawan juga perlu merasa dihargai dan diapresiasi. Jika perusahaan masih abai, bukan tidak mungkin karyawan akan jadi kehilangan motivasi dan minat untuk bekerja, lalu mulai mencari opportunity lain di luar sana.

Dari kacamata saya, kehilangan satu karyawan itu bisa jadi bumerang bagi perusahaan. Apalagi jika karyawan tersebut memiliki performa kerja dan rekam jejak yang baik. Perusahaan bisa saja mencari penggantinya dengan mudah, tapi lagi-lagi talenta dan skill tetap tidak akan tergantikan.


Pada tingkatan tertinggi—FYI jarang lho ada karyawan yang bisa mencapai tingkatan ini—ada kebutuhan aktualisasi diri (actualization needs). Kebutuhan ini biasanya muncul jika perusahaan betul-betul memahami pentingnya memberikan apresiasi yang sepadan bagi karyawan. Tidak melulu soal gaji atau insentif ya, melainkan bagaimana perusahaan menciptakan lingkungan kerja yang suportif dan membuka kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan kariernya. Menurut saya, kalau karyawan sudah bisa mencapai tingkatan ini, perusahaan juga lah yang akan mendapat dampak positifnya.

Yang harus dilakukan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan

Saya selalu percaya, setiap orang berhak dirayakan seperti tren yang pernah muncul di platform TikTok. Setiap karyawan perlu merasa diterima, dilibatkan, didengar, dan menjadi bagian dari pekerjaan. Perasaan-perasaan inilah yang dapat menumbuhkan rasa kepemilikan dan mendorong karyawan untuk lebih unggul dalam pekerjaannya.

Salah satu cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan ini adalah menciptakan komunikasi yang terbuka dan transparan. Bukan berarti harus bicara ndakik-ndakik dan fafifu soal visi misi perusahaan ke depan ya, tetapi setidaknya berikan fasilitas yang aman dan nyaman bagi karyawan untuk menyampaikan masukan, ide, dan pendapat seperti melalui forum diskusi atau pertemuan rutin. Pastikan bahwa semua aspirasi karyawan dapat tersampaikan dengan baik, sehingga mereka akan merasa didengar dan dihargai karena telah berkontribusi aktif bagi perkembangan perusahaan.

Selain itu, berikan kesempatan untuk berkembang bagi karyawan. Memang sih akan ada extra cost-nya, tapi percayalah dengan memberikan mereka kesempatan berkembang melalui pelatihan, seminar atau course justru akan menguntungkan perusahaan. Karyawan tidak hanya upskill, tapi juga bisa berkontribusi lebih dengan skill yang dimilikinya. Pun jangan lupa berikan masukan yang membangun agar mereka semakin merasa dihargai dan diperhatikan perkembangannya.

Yang tidak kalah penting, jangan lupa berikan apresiasi atau penghargaan atas pencapaian karyawan. Nggak cuma gaji dan insentif aja ya, tapi juga berikan apresiasi melalui kata-kata positif yang membangun. Dengan begitu, mereka akan merasa diakui dan semakin termotivasi untuk bekerja lebih giat lagi.

Bagaimana jika sudah punya rasa kepemilikan, tapi tetap tidak diapresiasi?

Perlu diingat bahwa rasa kepemilikan bisa muncul jika kebutuhan-kebutuhan di atas sudah terpenuhi dengan baik. Levelnya pun berbeda-beda, tergantung kebutuhan apa saja yang sudah dipenuhi. Misalnya, jika karyawan diberikan gaji cukup dan lingkungan kerja yang suportif, tetapi atasan toxic, bisa jadi level kepemilikanmu hanya sebatas mengerjakan pekerjaan sampai selesai saja. Kamu tidak ada motivasi untuk mengembangkan diri karena prinsipmu adalah datang-kerjakan-pulang. 

Beda halnya jika atasanmu dan lingkungan kerjamu suportif, tetapi gaji tidak cukup—seringnya sih ya— kamu memilih untuk tidak untuk terlalu ngoyo dalam bekerja. Bagaimana bisa semangat bekerja kalau memenuhi kebutuhan hidup saja masih sulit? Bagaimana bisa mengembangkan diri kalau fokusmu sudah terbagi untuk mencari side job demi memenuhi kebutuhan dasarmu?

Seharusnya kita sudah sama-sama paham bahwa di dunia ini tidak ada tempat kerja yang benar-benar ideal. Maka, setidaknya, menumbuhkan rasa kepemilikan dalam pekerjaan itu tetap penting bagi diri sendiri. Jika perusahaan belum bisa mememuhi ekspektasimu, setidaknya kamu bisa memenuhinya dengan tetap mengerjakan tugas dan tanggung jawabmu secara maksimal. Jadikan hal ini sebagai kesempatan belajar agar dirimu bisa upskill, sehingga bisa menjadi 'bekal' untuk melangkah lebih tinggi lagi. Tentunya di tempat lain, ya.

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Commencez à taper et appuyez sur Entrée pour rechercher