January 15, 2024

Pelajaran dari Keputusan Resign

Image by Freepik

Akhir tahun 2023 lalu, saya membuat keputusan besar, yang saya yakini akan menjadi turning point bagi saya di masa depan. Setelah menimbang-nimbang ini itu dan berdiskusi dengan pasangan, saya memutuskan untuk resign.

Saya memilih meninggalkan segala kenyamanan yang saya dapatkan, seperti sudah menjadi karyawan tetap, gaji cukup, lingkungan kerja yang menyenangkan, klien yang bisa dipegang, dan posisi cukup tinggi. Mungkin bagi sebagian orang, keputusan ini amat sangat disayangkan mengingat banyak orang masih struggle mencari pekerjaan dan saya dianggap meninggalkannya begitu saja dengan mudah.

Sejujurnya, resign bukan keputusan yang mudah, tapi juga bisa jadi privilege karena tidak semua orang bisa membuat keputusan ini dengan 'mudah'. Banyak yang harus dipertimbangkan alih-alih memuaskan keinginan yang bisa jadi hanya sesaat saja.

Namun, berkat keputusan resign ini, saya jadi merenungi banyak hal. Mungkin saja hal-hal ini tidak akan saya sadari jika saya tidak memberanikan diri membuat keputusan ini.

1.  Bekerja lah untuk tujuan kariermu, bukan untuk menyenangkan orang lain.

Selama hampir 8 tahun bekerja, ada satu hal yang baru disadari kalau sering saya lakukan, yaitu bekerja lah untuk tujuan kariermu. Kamu tidak harus menjadi top performance employee atau employee of the year hanya untuk mendapat pujian dan sanjungan dari orang lain, tapi untuk upgrade dirimu sendiri. Jika ada deadline, POV-nya bukan lagi untuk diliat dan dipandang oleh atasanmu, melainkan untuk challenge dirimu sendiri apakah kamu cukup kompetitif dan capable untuk mencapai deadline yang sudah ditetapkan bersama. Atau jika kamu diberikan tugas tambahan, coba dipandang sebagai challenge bagaimana kamu bisa menyelesaikan tugas itu sesuai yang diekspektasikan, bagaimana caramu menyelesaikan masalah, bukan lagi itung-itungan karena merasa akan menjadi beban.

Dengan mengubah sudut pandang, ternyata cukup membantu saya untuk bertahan dan menyelesaikan tanggung jawab yang dipercayakan. Saya jadi belajar banyak hal, sehingga bisa mencapai posisi saat ini.

Memang sih tidak mudah dan pasti ada sambat-sambatnya juga, tapi bagi saya, mempunyai kinerja yang bagus lalu dipromosikan it's a bonus, tapi upgrade skill is still a must.

2.  Orang memang datang dan pergi, tapi lagi-lagi skill tidak akan tergantikan.

Sudah menjadi hal yang umum jika orang akan selalu datang dan pergi silih berganti di tempat kerja. Posisi yang kita dapatkan tentu bisa tergantikan oleh orang lain. Namun, perlu diingat bahwa skill yang kita miliki belum tentu juga akan dimilikan oleh orang lain. Perusahaan bisa saja dengan mudah menggantikan posisimu, tapi sekali lagi, tidak ada yang bisa menyamai skill yang kamu miliki.  Perbedaan skill ini tentunya juga akan memengaruhi output pekerjaan. 

Saya jadi ingat omongan seorang teman yang berkata, "Balas dendam terbaik di dunia kerja adalah upgrade skill sebanyak mungkin, sehingga kita jadi tahu apa yang worth bagi kita dan value apa yang kita miliki sebenarnya,".

Mungkin omongan di atas bisa dianggap kepedean kali ya oleh sebagian orang, tapi saya yakin, dengan skill yang mumpuni, rekam jejak kerja yang oke, dan hubungan yang baik, posisi kita tetap tidak akan tergantikan. Secara fisik tentu akan ada yang menggantikan, tapi secara performa dan etos kerja, belum tentu.

3.  Bisa memutuskan resign itu privilege.

Membuat keputusan besar itu tidak mudah, termasuk resign. Bagi sebagian orang, memutuskan resign adalah keputusan yang gila mengingat banyaknya tanggungan yang dipikulnya berikut dengan sederet tagihan yang mesti dibayarkannya setiap bulan. Namun bagi sebagian orang lainnya, memutuskan resign dengan alasan klasik seperti ingin beristirahat sejenak, melanjutkan pendidikan, switch career sebagai stay at home dad/mom, dan lainnya justru menjadi turning point bagi mereka.

Bagaimanapun, alasan klasik ini tetap menjadi alasan personal yang valid. Kita tidak pernah tahu apa yang menjadi kegelisahan dan keresahan mereka, apa yang sudah dilaluinya, apa yang menjadi tujuannya, sehingga akhirnya memutuskan untuk resign

So, yeah, I'm truly aware enough that I'm privileged.

4. When something doesn't give you spark and joy anymore, then just leave and seek another.

Saya baru menyadarinya belakangan ini. Sesenang dan senyaman apapun dengan pekerjaan, ada masanya kita merasa jenuh dan stuck. Wajar terjadi, tetapi yang perlu digarisbawahi adalah apa penyebabnya? Jika karena bosan dengan rutinitas yang itu-itu saja, carilah kegiatan alternatif lain yang kamu senangi sebagai refreshment. Jika merasa tidak ada tantangan dalam melakukan pekerjaan atau karier tidak kunjung berkembang, ada baiknya kamu mendiskusikannya dengan atasanmu agar dapat dibantu dicarikan solusi.

Namun, bagaimana kita kedua hal tersebut sudah dilakukan, tapi tetap tidak menemukan kesenangan? Bisa jadi masalahnya bukan di dirimu, melainkan hal-hal yang ada di sekitarmu. Katakanlah kamu sudah tidak se-value lagi dengan perusahaan tempatmu bekerja, sehingga berdampak pada rutinitas dan performa, maka ada baiknya untuk mengibarkan bendera putih alias mengundurkan diri lalu cari kesempatan yang lebih baik lagi. 

Bagi saya, tidak ada salahnya kita meninggalkan kenyamanan saat ini untuk mencari kenyamanan yang baru. Daripada setiap hari hati dan pikiran dipenuhi kekhawatiran atau ruang gerak jadi terhambat, it's totally okay to just leave and seek another.

Saya percaya, rezeki kita tidak akan tertutup hanya karena meninggalkan sesuatu yang sudah tidak membawa manfaat lagi bagi kita. Rezeki kita sudah diatur dan ditetapkan masing-masing. Mungkin terdengar klise ya, tapi kekuatan dari langit kadang-kadang susah dinalar oleh kemampuan manusia.

5. Set boundaries agar bisa bersikap tegas.

Salah satu tantangan yang ada di dunia kerja adalah bagaimana kita bisa memberikan batasan-batasan kepada diri sendiri maupun maupun orang lain. Tidak semua orang bisa dipercaya, adalah kalimat yang selalu sebaiknya kita tanamkan setiap hari dalam pikiran. Mungkin hari ini rekan kerjamu sangat suportif, tapi esok dan seterusnya bisa saja dia menjadi musuh dalam selimut. Mungkin hari ini kamu merasa nyaman dikelilingi rekan-rekan kerja yang sevisi misi, tapi orang akan selalu datang dan pergi, sehingga membuatmu harus beradaptasi lagi di lingkungan yang kurang cocok untukmu. 

Kemungkinan-kemungkinan ini sebaiknya bisa menjadi dasar untuk setting boundaries. Berikan batas-batas terutama yang berkaitan dengan kehidupan personalmu, misalnya seperti akun media sosial yang aktif, relationship, masalah/kesulitan yang dihadapi saat bekerja, kesukaan/ketidaksukaanmu terhadap sesuatu, kegiatan di luar kantor, dan sebagainya. Sebaiknya hal ini kamu simpan sendiri saja. Nggak ada untungnya oversharing.

Selain itu, sebagai rekan kerja, kita juga perlu menghargai boundaries orang lain, seperti memberi jarak saat berinteraksi (nggak nanya-nanya dan kepo personal juga), memberikan masukan dan kritik tanpa mengintimidasi, tidak merendahkan preferensi atau pekerjaan yang telah dilakukan, dan melecehkan serta tidak peka dengan isu sensitif.

Menurut saya, boundaries ini penting banget dalam menjaga profesionalitas. Jika ada masalah dalam pekerjaan, kita jadi lebih objektif sekaligus mampu mengesampingkan hal-hal personal yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan. Yang pasti, juga nggak bikin kita gampang baperan.


Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Commencez à taper et appuyez sur Entrée pour rechercher